Zikir Berjama’ah, Adakah Tuntunannya?
|Pertanyaan : Bagaimana hukum melakukan (membaca) zikir secara bersama-sama (berjama’ah) dengan dipimpin oleh seorang imam atau ustaz, baik itu zikir setelah salat maupun dalam acara pengajian?
Jawaban : Sebagian dari kita mungkin pernah melihat atau mengikuti majelis zikir berjama’ah semacam ini. Dimana zikir berjama’ah ini dilakukan dengan dipimpin oleh seorang imam atau ustaz, yang kemudian diikuti secara serempak dan bersama-sama oleh jama’ah yang hadir. Tak jarang bacaan zikir ini dilantunkan seperti nyanyian dalam paduan suara. Dan yang tak kalah memprihatinkan adalah adanya ikhtilath atau campur baur antara laki-laki dan perempuan dalam satu majelis.
Beberapa waktu lalu, zikir berjama’ah sempat menjadi “tren” di masyarakat kita. Banyak orang menyibukkan diri dengan mempersiapkan pakaian putih yang seragam dengan kelompoknya untuk dapat mengikuti acara zikir berjama’ah yang digelar di sebuah masjid atau di suatu tempat tertentu. Bahkan hingga kini pun, beberapa stasiun televisi ada yang secara rutin menayangkan acara zikir berjama’ah ini.
Sesungguhnya amalan membaca zikir secara berjama’ah dengan dikomando oleh seorang imam atau ustaz semacam ini tidak pernah dilakukan pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Amalan seperti ini merupakan amalan yang menyelisihi sunah, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkannya. Tidak ditemukan satupun hadis sahih tentang zikir setelah salat yang meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengomando jama’ahnya untuk berzikir, apalagi dengan melantunkan zikir tersebut menyerupai nyanyian.
Yang disunahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah membaca zikir sendiri-sendiri dengan mengeraskan suara. Bukan dengan koor seperti yang sering kita jumpai selama ini di majelis-majelis zikir berjama’ah.
Dalilnya :
قال ابن عباس رضي الله تعالى عنهما : كان رفع الصوت بالذكر حين ينصرف الناس من المكتوبة على عهد النبي صلى الله عليه وسلم
Diriwayakan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Mengeraskan suara ketika berzikir setelah shalat fardu merupakan perkara yang dilakukan pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Dalam riwayat ini, Ibnu Abbas menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya biasa mengeraskan suara pada saat berzikir setelah salat sampai-sampai orang-orang yang berada di sekitar masjid mengetahui bahwa mereka telah selesai salat (sudah salam).
Dalam hadis ini pula terkandung makna bahwa Rasulullah tidak mengajarkan untuk zikir secara berjama’ah, akan tetapi duduk bersama untuk berzikir sendiri-sendiri dengan mengeraskan suara. Inilah sunah, dan inilah makna majelis zikir yang sesungguhnya.
Ada sedikit perkecualian terkait berzikir ini. Jika tujuannya adalah untuk melatih dan mengajarkan anak untuk berzikir, dengan cara orang tua membacakan kemudian anak mengulang-ulang bacaan zikir tersebut, maka hal ini diperbolehkan, menurut fatwa Syaikh Binbaz rahimahullah. Wallahu a’lam.
Last edited: 27102020
Sumber rujukan:
- https://www.islamweb.net/ar/fatwa/1000/
- https://www.islamweb.net/ar/fatwa/8381/
- https://binbaz.org.sa/fatwas/14995/