Salatnya Musafir di Atas Kendaraan

Pertanyaan : Saya sering bepergian ke luar kota dengan menggunakan bus. Dan sering kali melewatkan salat subuh di atas bus, karena bus baru sampai di tujuan setelah waktu subuh telah habis. Bolehkah saya salat di dalam bus? Dan bagaimanakah tata caranya yang benar?

Jawaban : 

Ketika kita melakukan safar atau bepergian dengan jarak tempuh yang jauh, tentulah kita akan melewati beberapa kali waktu shalat. Bagi yang menggunakan kendaraan pribadi, akan lebih mudah untuk berhenti sejenak di masjid untuk menunaikan salat. Akan tetapi, bagi yang menggunakan kendaraan umum seperti bus, kereta, kapal laut, dan pesawat, hal ini tentu harus menyesuaikan dengan rute berhenti dari kendaraan tersebut. Dan sering kali waktu salat akan habis sebelum kita sampai di tempat tujuan.

Sesungguhnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melaksanakan salat wajib di atas kendaraan. Beliau akan turun dari kendaraan beliau dan mencari tempat untuk menunaikan salat. Sebagaimana dalam hadits Jabir ibnu Abdillah radhiyallahu ‘anhu :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ يُصَلِّيْ عَلَى رَاحِلَتِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يُصَلِّيْ الْمَكْتُوْبَةَ نَزَلَ

“Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam salat (sunnah) di atas kendaraannya ke arah timur. Apabila beliau hendak shalat wajib maka beliau turun dari kendaraan kemudian menghadap kiblat”. (HR. Bukhari )

Akan tetapi, bila dalam keadaan terpaksa seperti khawatir waktu salat telah habis sebelum tiba di tempat tujuan, maka salat di atas kendaraan diperbolehkan. Atau, bila kita mengetahui masih ada waktu untuk salat, atau salatnya termasuk dalam shalat yang bisa dijama’ dengan salat berikutnya ketika kendaraan tiba di tujuan, maka menundanya hingga akhir waktu dan melaksanakannya setelah sampai di tujuan itu juga diperbolehkan.

Seperti misalnya, kita berkendara menggunakan bus umum dimulai dari pukul 11.00 WIB, pukul 12.00 WIB waktu zhuhur telah tiba, dan bus tidak berhenti untuk beristirahat. Sementara perjalanan yang kita tempuh adalah sekitar 5 jam, jadi perkiraan sekitar jam 4 sore kita akan tiba di tempat tujuan dan itu masih masuk waktu ashar. Salat zhuhur dan ashar bisa dijamak, maka kita boleh mengakhirkannya dan menjamaknya dengan salat ashar.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah mengatakan bahwa lebih utama bagi seseorang untuk melaksanakan salat di awal waktu, tapi jika menundanya hingga akhir waktu dan baru melaksanakan salat ketika kendaraan berhenti atau tiba ditujuan, maka hal itu pun boleh.

Akan tetapi, ada sebagian ahlul ‘ilmi di golongan Maliki berpendapat bahwa tidak sah salatnya seseorang di atas pesawat, karena salah satu syarat sahnya salat adalah di atas tanah atau sesuatu yang langsung bersentuhan dengan tanah seperti mobil, bus, atau kapal. Dalil yang mereka ajukan adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

جُعِلَتْ لِيْ الأَرضُ مَسْجِدًَا وَ طَهُوْرًَا

“Tanah ini telah dijadikan tempat sujud bagiku dan dijadikan alat bersuci.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) 

Adapun tata caranya, para ulama’ bersepakat wajib melaksanakannya dengan berdiri dan menghadap kiblat bila mampu. Tapi, jika tidak mampu, maka hendaknya melakukan sambil duduk, mengisyaratkan ruku’ dan sujud dengan membungkukkan badan. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Imran bin Al-Hushain di kala ia sedang sakit :

صَلِّ قَائِمًَا، فَإِن لَم تَسْتَطِع فَقَاعِدًَا، فَإِن لَم تَسْتَطِع فَعَلَى جَنْبٍِ

“Shalatlah kamu dengan berdiri, jika kamu tidak sanggup maka shalatlah dengan duduk, jika kamu tidak sanggup, maka berbaringlah sambil miring.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya kitab Taqshirus Shalah No. 1117)

Jadi caranya, jika hendak shalat di atas kendaraan, baik itu bus, kereta, kapal, maupun pesawat, selama Anda mampu melaksanakannya dengan berdiri, maka shalatlah dengan berdiri. Bila tidak memungkinkan untuk ruku’ dan sujud, maka ruku’ dan sujudlah dengan isyarat (menganggukkan kepala atau duduk). Namun, bila tidak sanggup untuk berdiri, maka boleh melaksanakannya dengan duduk, sesuai dengan kemampuan. Dan bagi laki-laki, tetap wajib shalat berjama’ah, karena baik safar maupun mukim, hukum wajibnya shalat berjama’ah itu tidak berubah.

Dan bagi para musafir yang telah meninggalkan tempat bermukimnya, Islam memberikan keringanan dengan bolehnya menjamak dan meringkas shalat (mengqashar) shalat yang rakaatnya 4 menjadi 2 rakaat, yaitu zhuhur, ashar, dan isya’. Sedangkan shalat maghrib dan subuh tidak ada qashar.

Dalil :

وَاِذَا ضَرَبْتُمْ فِى اْلاَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَقْصُرُوْا مِنَ الصَّلَوٰةِ اِنْ خِفْتُمْ اَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا اِنَّ اْلكفِرِيْنَ كَانُوْالَكُمْ عَدُوًّامُّبِيْنًا

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidak mengapa kamu meringkas (qashar) sholat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu.” (An Nisaa’: 101)

Wallahu a’lam

Sumber :

  • Fatawa Muhimmah Tata’allaqu bi Ash- Shalah, Syaikh Ibnu Baz
  • Fatawa Islamiyah, Al-Lajnah Ad-Daimah
  • Fatwa-fatwa Terkini Jilid 1, Khalid Al-Juraisy